Sawan Fibrosis

Friday, April 17, 2020

Covid-19 Menyebabkan ORANG Yang Sehat Mati Sejumlah 8.397 Jiwa

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Center for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, 17 April 2020:

- Jumlah Orang SEHAT yang mati karena Covid-19 adalah 8.397 jiwa



Fig 01- Kematian karena Covid 19 berdasarkan states
(credit to CDC, 2020).

Maksud orang SEHAT adalah yang:

- berusia muda
- dan TIDAK memiliki penyakit apapun.

Angka kematian ini jika dipersenkan menjadi 23% dari total yang mati sebanyak 36.500 jiwa hari ini (17 April 2020).

Dari kenyataan ini, sepertinya siapa saja BISA mati oleh Covid-19, TANPA pandang bulu.



Fig 02- Pohon cabe merah, hanya ilustrasi



Fig 03- Bunga dengan warna kuning menyala

Fakta yang sesuai dengan prediksi sebelumnya:

- dari total 36.500 yang mati, mayoritasnya adalah yang KURANG mendapat pelayanan kesehatan dalam hidupnya

Terus, apa makna untuk Indonesia atas fakta di atas?

Angka 25 juta (ada sumber yang menyebutkan di atas 30 juta) orang INDONESIA yang MISKIN dan LAPAR adalah kelompok yang TIDAK mendapatkan pelayanan kesehatan!!

Kelompok sangat rentan untuk terinfeksi dan kemudian menjadi korban virus Covid 19

# Posting sebelumnya:


17 April 2020

Tuesday, April 14, 2020

Apakah Tidak Ada Anak Usia 9 tahun ke bawah MATI Karena Covid-19?

Anak anak di Denmark

* Tanya: Kata siapa anak anak TIDAK ada yang mati karena Covid-19?
Jawab: Kata CDC China, data sampai 19 Maret, 2020 (silahkan baca post saya : Older, Men and Preexisting conditions are Vulnerable to Covid-19 – Virus 3 | Tanza Erlambang Update)

** Tanya: Bagaimana dengan data terbaru?
Jawab: Sampai saya mengetik ini, 14 April 2020, Kata CDC China ada 10 anak anak yang terinfeksi. Tapi TIDAK ada yang mati

*** Tanya: Bagaimana dengan di negara negara Skandinavia?
Jawab: Di Denmark, Islandia, Finlandia TIDAK ada anak anak dibawah 9 tahun yang MATI.

*** Tanya: Bagaimana dengan negara lain, apakah anak anak TIDAK ada yang mati?
Jawab: Kata CDC Amerika Serikat, dari data 12 Februari sampai 2 April 2020, ada 3 (tiga) yang mati.

**** Tanya: Kenapa ada anak anak akhirnya ditemui ada yang mati?
- Jawab: kemungkinan pre-existing conditions (baca kembali post dan argumen saya).

- Bahkan ada komen saya, berdasarkan data sebelumnya bahwa Pria lebih banyak MATI dari perempuan, tapi beberapa hari sempat perempuan lebih banyak MATI. Itu terjadi di Italy

# Di Indonesia, sudah ADA anak anak mati karena Covid-19.
- Kenapa? silahkan baca argumen saya di setiap posting yang berkaitan dengan virus!

### Kesimpulan:
- Covid-19 seperti yang ditulis di banyak media, sudah mengalami “mutasi.” Bisa saja “membolak balikkan” anggapan, data dan fakta sebelumnya.

- Saya baca posting medsos dari seorang dokter Indonesia: “ Covid-19 is a great imitator.” Yang kita percayai sekarang, besok BISA berubah, dan bahkan BATAL.

- Yang perlu kita debatkan, bukannya ada atau tidak ada anak anak yang mati; apakah pria lebih banyak mati atau perempuan; apakah yang muda akan lebih banyak mati?

TAPI, perdebatan sebaiknya: BAGAIMANA menekan kematian dan MENCEGAH infeksi massal !!

Saturday, April 11, 2020

Apakah 2,6 Juta Akan Mati Karena Covid-19 di Indonesia?

2.6 juta manusia akan mati karena Covid-19?

Sebelum membahas estimasi kematian sebanyak 2,6 juta jiwa dari Kumparan, ada baiknya kita simak berita dari beberapa media asing dan nasional:

- Bangkok Post, 8 April 2020:
Ada peningkatan pemesanan peti mati sekitar 450%, dari 7 jadi 30 sehari di salah satu pengrajin peti mati di Jakarta

- Reuters, the Guardian dan Apnews, edisi awal April 2020:
Penguburan di Jakarta meningkat 40%, menjadi 4,400 selama bulan Maret 2020.

- Banyak media nasional memberitakan:
Lahan parkir mobil jenazah di sebuah pemakanan sudah dipakai untuk kubur di Jakarta.

Itu baru di Jakarta yang populasinya sekitar 10 juta, Indonesia ada lebih dari 267 juta penduduk.

Apakah angka 2,6 juta jiwa mati karena Corona virus itu wajar untuk Indonesia?
----------------------------------------------------------------------

Saya lihat data terakhir untuk Indonesia:
- Jumlah spesimen: 19.782
- Infection rate (positif) : 19,42% (3.842 jiwa)
- Fatality rate (meninggal): 8,5%

Dari data mentah ini, kita bisa corat coret “memprediksi” secara sederhana:
- Penduduk Indonesia tahun 2019: 267 juta jiwa
- Dengan infection rate 19,42%, maka yang positif Corona: 51.851.400 juta
- Fatality rate sebesar 8,5%, maka estimasi yang meninggal 4,4 juta jiwa

Angka 2,6 juta jiwa meninggal dunia adalah angka OPTIMIS, mengingat:
- Kepadatan penduduk pulau Jawa lebih 5 kali dibanding Italia

- Di Italia, Tidak ada orang lapar dan semua bisa mengakses pelayanan kesehatan, tapi, karena tiba tiba beribu ribu orang sakit serentak menyebabkan tempat tidur rumah sakit tidak mencukupi.

- Sementara, di Indonesia ada 25 juta orang lapar dan TIDAK bisa mengakses rumah sakit.

# Bukan TIDAK mungkin, seperti yang dikawatirkan berbagai media Internasional bahwa akan terjadi BENCANA kematian besar besaran di Indonesia.

Friday, April 3, 2020

Keluarga Indonesia Bisa Dapat Sampai Rp84 juta Karena Covid-19

Diantara dana untuk memerangi Covid-19 (credit to Rizal Ramli)

Keluarga “tertentu” Indonesia BISA dapat “bantuan” dari negara sampai Rp84 juta karena musibah Covid-19.

Mereka yang termasuk mendapatkan bantuan Rp84 juta per keluarga ini adalah:
- keluarga pas pas pasan (tidak kaya dan tidak miskin) sebanyak 115 juta jiwa
- keluarga miskin dan kelaparan, 25 juta jiwa
- usaha kecil, sebanyak 15 juta unit (milik keluarga).

Pertama, dari mana duitnya?
Kedua, bagaimana hitung hitung sederhananya?

Caranya, tentu saja “alokasi” dana, salah satunya dari yang bisa ditunda karena kurang urgen, dialihkan ke bantuan untuk rakyat dan industri KECIL karena terdampak Covid-19.

Dari meme Dr Rizal Ramli yang saya comot, ada dana infrastruktur + dana pemindahan ibukota, subtotal dana Rp700 triliun.

Kemudian, ada dana yang dikeluarkan oleh BI sebesar Rp300 triliun untuk intervensi pasar uang (rupiah/valas). 


Menurut KPK, negara rugi Rp2000 triliun tiap tahun (dari Google search)

Itu duit untuk tahun 2020 saja. Ini masih bulan April 2020. Jika dikit dikit intervensi, bukan tak mungkin cadangan devisa hangus sia sia lebih dari Rp500 triliun.

Kemudian, data resmi dari Litbang KPK, bahwa ada KEBOCORAN penerimaan negara
sebesar Rp2.000 triliun. Hal ini sudah saya tulis juga: Tak Habis Dirundung Korupsi, Di Laut NATUNA Kitapun Dicuri

Jika separuhnya saja diselamatkan tahun ini, maka kita akan punya duit untuk
menanggulangi dampak Covid-19 sebesar Rp1.000 triliun.



Presiden dan keluarganya TIDAK butuh hidup MEWAH 
(dari Google search)

Setelah itu, ada dana sekitar Rp300 triliun yang berasal dari:
- anggaran presiden (biaya pesawat satu rombongan ke LN; biaya perawatan mobil mewah; jalan jalan satu keluarga ke LN dsbnya). Toh presiden cuma naik becak, bajaj dan pakai sendal jepit seperti saat kampanye.

- perjalanan dinas dan tunjangan pejabat, karena pejabat “stay at home” selama wabah Covid-19

- dana Asabri dan Jiwasraya

- dana bailout berbagai perusahaan konglemerat

- pajak yang belum tertagih dari konglemerat

- dsbnya

Total dana yang tersedia adalah: Rp700 triliun + Rp300 triliun+ Rp1000 triliun + Rp300 triliun = Rp2.300 triliun.



Orang miskin Indonesia (credit to TubasMedia)

Dari data Bank Dunia, Bank Asia dan berbagai sumber media yang bisa di-search di Google:
- Jumlah orang yang secara keuangan pas pasan (vulnerable): 115 juta jiwa
- jumlah orang MISKIN dan kelaparan: 25 juta

140 juta jiwa ini jika dijadikan keluarga dengan 4 anggota, akan jadi 35 juta keluarga.

Jika kita alokasikan Rp1.800 triliun, maka: (Rp1.800.000.000.000.000)/(35.000.000) = (Rp1.800.000.000)/(35 keluarga) = Rp51 juta

Uang sisa Rp500 triliun dialokasikan untuk menolong usaha kecil. Anggap saja 40% keluarga hidup dari usaha kecil: warung, pedagang siomay, pedagang bubur ayam dan sebagainya.

Maka hitungan kasarnya adalah: (Rp500.000.000.000.000)/(15.000.000 keluarga) = Rp500.000.000)/(15 kk)= Rp33 juta


Ada keluarga yang bisa dapat bantuan maksimal, karena pas pasan, miskin dan sekaligus pedagang kecil. Dana bantuan yang didapat adalah Rp84 juta!!

Tuesday, March 31, 2020

Denmark Bantu Rp138 juta per Pekerja untuk Menghadapi Covid-19

Salah satu sisi taman di Aarhus University, Denmark

Pada tulisan lalu (Mengatasi Covid-19 - Biaya Kesehatan Gratis Vs Bantuan Rp32 juta Per Orang ), saya menyebut bantuan pemerintah dan sumbangan perusahaan untuk rakyat Amerika.

Negara Denmark melangkah lebih jauh dengan total bantuan, disebut juga dengan istilah “paket stimulus ekonomi” sebesar kira kira Rp 650 triliun (DKK 287 milyar) atau setara dengan 13% GDP Denmark.

Setiap pekerja yang sudah “di-PHK” atau akan kena PHK mendapat santunan pemerintah sebesar US$3.288 (Rp 46 juta) per bulan, selama 3 bulan (13 minggu)

Paket ini juga termasuk pinjaman untuk perusahaan yang bangkrut.

Kenapa Denmark seperti “over acting?”

Adalah bukti saat ini, pabrik pabrik banyak ditutup, PHK terjadi di mana mana, tak terkecuali di Amerika, Cina. Italy dan negara negara industri lain.

Karena pandemi Covid-19 telah menyebabkan ekonomi “porak poranda,” jika dibiarkan tanpa intervensi, dunia akan mengalami kondisi seperti habis perang besar.

Di sisi perusahaan, turunnya permintaan, telah mengantarkan perusahaan “down size,” bahkan mulai bertumbangan.

Di sisi pekerja, tanpa income berarti TIDAK punya daya beli. Akan berpengaruh terhadap “demand” di pasar. Seperti “lingkaran setan:” mempengaruhi kondisi sosial eknonomi secara keseluruhan.

Kondisi terkini di Denmark, hampir semua sudah ditutup:
- universitas
- sekolah
- kantor pemerintah
- restoran
- museum
- bioskop
- perbatasan (ditutup akses keluar masuk)

Diharapkan dengan total bantuan sebesar Rp138 juta per pekerja selama tiga bulan, kemudian duit ini dibelanjakan untuk membeli produk Denmark, serta adanya suntikan dana kepada perusahaan bangkrut, dampaknya justru akan mempercepat Denmark keluar dari “krisis” ekonomi karena Covid-19.

Jika negara lain melakukan hal sama, diharapkan dunia akan terhindar dari “great depression,” depresi ekonomi dunia.

Negara mana yang akan ikut langkah Denmark?

Thursday, March 26, 2020

Kenapa Covid-19 Gampang Berpindah dari 1 Orang ke Orang Lain?

Batuk bisa nyebar ke mana mana (credit to MIT news)

Di dalam SATU sel kita, Covid-19 mereplikasi dirinya. Setelah sel tersebut mati, maka si virus (anak, cucu, cicitnya) menginfeksi sel sel lainnya.

Total sel kita 37 triliun. Jika 0.1% saja yang terinfeksi, berarti ada sekitar 30 milyar sel sel yang menderita sakit.

Pasien POSITIF Covid-19, seandainya BATUK atau BERSIN, maka akan mengeluarkan “droplets” (semacam lendir atau cairan) yang di dalamnya ada virus.

Satu kali batuk atau bersin, ada sekitar 3.000 sampai 40.000 virus beterbangan di udara.

Dulu diperkirakan, Covid-19 hanya BISA hidup di udara selama 2 menit. Penelitian terbaru menyebutkan BISA hidup sampai 3 jam.

Kenapa dari 2 menit menjadi 3 jam?

DIDUGA, Covid-19 sudah “bermutasi” menjadi strain-2. Sudah beda dengan strain aslinya yang dari Wuhan.

Bayangkan saja, jika pasien positif Corona virus 10 kali terbatuk batuk dan bersin, berarti akan ada 30.000 sampai 400.000 virus beterbangan di udara selama tiga jam.

# Dulu...duluuu…. Saya pernah mengukur kecepatan perpindahan parasit dari satu inang ke inang lainnya. Sangat cepat.

Kembali ke virus, seandainya, ada angin dengan kecepatan 2 km perjam, maka Covid-19 akan beterbangan ke mana mana dalam jarak 6 km dari tempat asal yang terbatuk batuk dan bersin.

1 orang bisa menginfeksi 5 orang, kemudian bisa menginfeksi 25 orang, kemudian bisa menginfeksi 125 orang, kemudian 625 orang…...begitu seterusnya. Bertambah secara eksponential.

Berapa kira kira orang yang bisa terjangkiti oleh Virus Corona?

Hanya sebagai gambaran:
- Kepadatan Penduduk Italia adalah 206 orang per km2.
- Kepadatan penduduk Indonesia adalah 140 orang per km2.
- Kepadatan penduduk pulau Jawa adalah 1.000 orang per km2.

Terakhir, infeksi di Italia adalah 80.000 jiwa, mati 8.000 jiwa, sekitar 10% fatality rate

Khususnya pulau Jawa yang kepadatan penduduknya 5 kali lebih besar dari Italia, berapa kira kira yang akan terinfeksi dan mati karena Covid-19?

GELAP gulita …. kita berada dalam zona GUA HANTU !! 

Sunday, March 22, 2020

Pengalaman Pribadi - Menemukan Obat Anti Virus

Virus, credit to Harvard University

Jika anda jeli membaca profil di salah satu blog saya, ada saya cantumkan “kepakaran” di bidang ecology dan microbial diseases.

Ada tiga paper ilmiah saya yang berkenaan dengan penyakit, dua diantaranya diseminarkan secara internasional.

Salah satu seminar dihadiri oleh anggota “Royal Swedish Academy of Science,” dimana mayoritas juri Hadiah Nobel berasal dari organisasi ini.

Saya, tentu saja tidak dalam posisi sebagai calon pemenang hadiah Nobel, ya, jauh panggang dari api.

Takkan pernah saya lupakan adalah dialog antara saya dan juri Hadiah Nobel:
Juri hadiah Nobel: “kamu percaya penyakit, bakteri atau virus bisa meregulasi populasi mahluk hidup?”
Saya: “ya, tentu saja”

Juri hadiah Nobel: “apakah mahluk hidup bisa punah karena penyakit?”
Saya: “TIDAK”

Juri hadiah Nobel: “loh, kamu bilang penyakit bisa meregulasi populasi.”
Saya: “Ya, tapi takkan sampai punah”

Juri hadiah Nobel: “Kenapa?”
Saya: “Karena hanya penyakit (bakteri atau virus) yang BODOH akan memusnahkan mahluk hidup!!”

Juri hadiah Nobel (menatap saya dengan mata tidak berkedip, merasa heran dengan jawaban saya): “sekali lagi, kenapa?”
Saya: “mereka, penyakit itu (bakteri atau virus) juga akan turut PUNAH!!”
---------------------------

Terus, apa hubungannya dengan pengalaman saya “Menemukan Obat Anti-Virus?”

Salah satu dari tiga paper ilmiah saya yang berhubungan dengan penyakit adalah tentang obat anti-virus. Untuk menemukan obat tersebut memakan waktu sangat lama. Hampir dua tahun.

Saya hanya sekedar ingin menyampaikan bahwa menemukan obat, termasuk Covid-19 melalui langkah langkah tertentu. Bukan pekerjaan sehari dua hari.

Jika ada berita berita vaksin Covid-19 sudah ditemukan, ya, artinya hoax. Ngecap dari penjual obat, agar obatnya laku.

Sederhananya begini (sengaja saya ringkas, agar mudah dimengerti untuk pembaca sekelas medsos):
- Saya mencari “calon obat” dari alam, try and error. Memakan waktu setahun

- kemudian calon obat tersebut diekstrak pakai “centrifuges.”

- Setelah itu dites keampuhannya terhadap berbagai jenis penyakit (bakteri dan virus) di laboratorium. Proses ini memakan waktu sekitar 6 bulan

- Dilanjutkan ke uji coba terhadap hewan yang sakit.

Dan berhasil!!