Persentase komposisi penduduk kepri berdasarkan etnis adalah sebagai berikut (sudah dibulatkan, hanya untuk posting ini):
- Melayu: 30%
- Jawa: 25%
- Batak: 13%
- Minangkabau: 10%
- Tionghoa: 8%
- Dan lain lain: 14%
Apa makna angka ini dalam Pilgub selama Kepri berdiri?
Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur, selalu kombinasi antara penduduk tempatan (Melayu) dan pendatang, kekecualian hanya terjadi pada tahun 2015.
Uniknya, yang mendapat TUAH ketika Gubernurnya Melayu, dan Wakilnya Pendatang.
Apakah anda tidak percaya?
Ini daftar gubernur dan wakil gubernur Kepri:
- Tahun 2005: Ismeth Abdullah – M. Sani: Pendatang – Melayu
- Tahun 2010: M. Sani – Soeryo Respationo: Melayu – Pendatang
- Tahun 2015: M. Sani – Basirun: Melayu – Melayu
Saat Gubernur Melayu dan Wakilnya Pendatang (M.Sani – Soeryo R), pemerintahan berjalan mulus, diantaranya TIDAK ada yang ditangkap karena KORUPSI.
Sepertinya, antara suku Melayu dan Pendatang memiliki komitmen tidak tertulis untuk bersama sama membangun tanah Melayu.
Terjadi hubungan “simbiosis mutualisme,” dimana antara suku tempatan dan pendatang merasa saling membutuhkan, dan saling mengisi kekurangan masing masing.
Anehnya, ketika Gubernur Pendatang (2005), dan ketika Gubernur dan Wakilnya dua dua Melayu (2015), maka “PUAKE” pun tiba.
Diantaranya dua orang Gubernur (tahun 2005 dan gubernur pengganti 2015) DIJEBLOSKAN ke penjara.
Bisa saja hal ini adalah KEBETULAN, tapi itulah fakta yang sudah terjadi. Dan data demografi juga mendukung fakta ini.
Bagaimana dengan Pilgub 2020?
Apakah kombinasi Melayu dan Pendatang akan mendapat TUAH, terhindar dari PUAKE bumi Melayu?
Dan kemudian pemerintahannya berjalan MULUS?
Mari kita tunggu!