Sebelum membaca bagian 6, ini bagian 1, 2, 3, 4 dan 5:
- Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 1.
- Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 2.
- Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 5.
“Pikirkan,
Forry! Pikirkan tentang orang tua yang aku ajak bicara sebelumnya.
Katanya setiap dua bulan, sebelum dia diizinkan untuk kembali
mendonasi darahnya, dia merasa tidak nyaman menunggu hari H.”
Aku kembali termenung kosong. “Dan engkau mengatakan bahwa setiap dia memberikan darahnya, dia sesungguhnya menyenangkan parasit, menyediakan vektor pada inang inang baru...”
“Inang inang baru adalah mereka yang selamat setelah dioperasi, karena rumah sakit menyediakan darah segar untuk mereka. Semuanya karena orang tua yang baik hati. Ya, mereka semuanya terinfeksi oleh virus yang tak penting, bukan virus ganas seperti AIDS dan flu. Virus itu bahkan mungkin menjalin hubungan komensalisme dengan inang barunya – bahkan menyerang … ”
Dia menatapku, dan kemudian melambai lambaikan tangan. “Baiklah, aku tahu. Tapi coba pikirkan! Karena tidak ada gejala, tak seorangpun pernah mengamati virus ini sampai sekarang.”
Dia telah mengisolasi virus itu, aku tersadar. Dan, secara instant mengetahui apa makna semua ini, untuk karirku, secara licik bersiasat agar namaku masuk dalam karya ilmiah yang akan dipublikasinya. Aku telah kehilangan jejak atas kata katanya.
“ … dan sekarang, kita ke bagian yang menarik. Lihat secara normal, Tory akan berpikir bagaimana dia akan ke bank darah seperti yang dilakukan selama ini?”
“Um,” Aku menggeleng. “Pesona? Hypnotis?”
“Omong kosong!” Kata Les. “Bukan begitu caranya. Kita cenderung melakukan sesuatu tanpa mengetahui apa alasannya. Kita ngaku salah, kemudian memperbaiki! Jika tidak punya alasan jelas, kemudian kita ciptakan alasan untuk itu. Ego adalah hal yang sangat dominan, sahabatku.”
Hey, begitu yang kupikir. Jangan ajarkan nenekmu menghisap telur.
“Kepuasan diri,” Kataku nyaring. “Mereka ke bank darah secara rutin. Karena mereka orang baik…Kemudian mereka bangga. Mereka membual tentang itu”
“Kau akhirnya mengerti,” Kata les. “Dan karena mereka bangga, bahkan munafik tentang kemurahan hati, mereka cenderung terbawa bawa ke bagian lain dari kehidupan!”
Aku berbisik kagum penuh keheningan. “Seekor virus altruisme! Tuhan, Les, kapan kita umumkan hal ini ….”
Aku berhenti ketika melihat kening Les mengkerut barangkali karena aku menggunakan kata “kita.” Aku semestinya lebih faham bahwa Les sulit untuk berbagi hal apapun.
“Tidak, Forry. Kita belum akan mempublikasikan temuan ini.”
Aku menggeleng. “Kenapa tidak! Ini hal besar, Les! Sebuah bukti yang selalu engkau katakan, tentang simbiosis virus dengan manusia. Bahkan lebih dari itu!”
Aku berteriak akhirnya. Tapi, Les bahkan tidak mendengarnya. Sialan. Les, tidak semata mata tertarik dengan hadiah dari Stockholm (hadiah Nobel). Tapi dia adalah orang yang suka memuaskan diri dengan caranya sendiri.
Disitulah kekeliruannya!
# Bersambung.
Diterjemahkan dan dimodifikasi dari judul asli: The Giving Plague oleh David Brin