Sawan Fibrosis: Cerpen
Showing posts with label Cerpen. Show all posts
Showing posts with label Cerpen. Show all posts

Tuesday, March 16, 2021

Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 6

Fig 01- Bendera Amerika, hanya ilustrasi

Sebelum membaca bagian 6, ini bagian 1, 2, 3, 4 dan 5:

- Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 1.

- Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 2.

- Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 5.


“Pikirkan, Forry! Pikirkan tentang orang tua yang aku ajak bicara sebelumnya. Katanya setiap dua bulan, sebelum dia diizinkan untuk kembali mendonasi darahnya, dia merasa tidak nyaman menunggu hari H.”

Aku kembali termenung kosong. “Dan engkau mengatakan bahwa setiap dia memberikan darahnya, dia sesungguhnya menyenangkan parasit, menyediakan vektor pada inang inang baru...”

Inang inang baru adalah mereka yang selamat setelah dioperasi, karena rumah sakit menyediakan darah segar untuk mereka. Semuanya karena orang tua yang baik hati. Ya, mereka semuanya terinfeksi oleh virus yang tak penting, bukan virus ganas seperti AIDS dan flu. Virus itu bahkan mungkin menjalin hubungan komensalisme dengan inang barunya – bahkan menyerang … ”


Fig 02- Langit biru, hanya ilustrasi.

Dia menatapku, dan kemudian melambai lambaikan tangan. “Baiklah, aku tahu. Tapi coba pikirkan! Karena tidak ada gejala, tak seorangpun pernah mengamati virus ini sampai sekarang.”

Dia telah mengisolasi virus itu, aku tersadar. Dan, secara instant mengetahui apa makna semua ini, untuk karirku, secara licik bersiasat agar namaku masuk dalam karya ilmiah yang akan dipublikasinya. Aku telah kehilangan jejak atas kata katanya.


Fig 03- Es beku di atas sampah.

“ … dan sekarang, kita ke bagian yang menarik. Lihat secara normal, Tory akan berpikir bagaimana dia akan ke bank darah seperti yang dilakukan selama ini?”

Um,” Aku menggeleng. “Pesona? Hypnotis?”

Omong kosong!” Kata Les. “Bukan begitu caranya. Kita cenderung melakukan sesuatu tanpa mengetahui apa alasannya. Kita ngaku salah, kemudian memperbaiki! Jika tidak punya alasan jelas, kemudian kita ciptakan alasan untuk itu. Ego adalah hal yang sangat dominan, sahabatku.”

Hey, begitu yang kupikir. Jangan ajarkan nenekmu menghisap telur.

Kepuasan diri,” Kataku nyaring. “Mereka ke bank darah secara rutin. Karena mereka orang baik…Kemudian mereka bangga. Mereka membual tentang itu”

Kau akhirnya mengerti,” Kata les. “Dan karena mereka bangga, bahkan munafik tentang kemurahan hati, mereka cenderung terbawa bawa ke bagian lain dari kehidupan!”


Aku berbisik kagum penuh keheningan. “Seekor virus altruisme! Tuhan, Les, kapan kita umumkan hal ini ….”

Aku berhenti ketika melihat kening Les mengkerut barangkali karena aku menggunakan kata “kita.” Aku semestinya lebih faham bahwa Les sulit untuk berbagi hal apapun.

Tidak, Forry. Kita belum akan mempublikasikan temuan ini.”

Aku menggeleng. “Kenapa tidak! Ini hal besar, Les! Sebuah bukti yang selalu engkau katakan, tentang simbiosis virus dengan manusia. Bahkan lebih dari itu!”

Aku berteriak akhirnya. Tapi, Les bahkan tidak mendengarnya. Sialan. Les, tidak semata mata tertarik dengan hadiah dari Stockholm (hadiah Nobel). Tapi dia adalah orang yang suka memuaskan diri dengan caranya sendiri.

Disitulah kekeliruannya!


# Bersambung.

Diterjemahkan dan dimodifikasi dari judul asli: The Giving Plague oleh David Brin

Cerpen ini adalah pemenang kedua "Hugo Award."

Thursday, March 4, 2021

Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 5

 

Fig 01- Dahan patah, hanya ilustrasi

Sebelum membaca bagian 5, ini bagian 1, 2, 3 dan 4:

- Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 1.

- Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 2.

- PadaSebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 3.

- Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 4.


Berubah?”

Ya, berubah. Mereka yang tiba tiba menjadi donor darah – mendapatkannya – segera setelah mereka sembuh dari operasi bedah!”

Mungkin mereka melunasi biaya rumah sakit dengan cara menjadi donor darah?”

Mmm, tidak. Kami punya sistem kesehatan untuk semua, ingat? Bahkan untuk pasien swasta, mungkin hanya beberapa saja yang mendonasi.”


“Tanda ucapan terima kasih?” Emosi yang aneh, tapi aku memahami secara prinsip.


Fig 02- Sebuah patung tua, hanya ilustrasi

Barangkali. Beberapa orang mungkin menjadi sadar setelah ada yang mati, dan kemudian memutuskan untuk menjadi warga negara yang baik. Tapi, mendonor darah, dua atau tiga kali setahun, sebenarnya tidak menyenangkan jika untuk mendapatkan imbalan …..”

Sebuah twit yang sok suci. Sudah barang tentu dia adalah seorang donor darah. Les ngomong dan ngomong terus tentang kewajiban sipil, sampai datang waitress mengantarkan pizza yang kami pesan. Menyetop ocehannya sementara waktu. Ketika waitres pergi, kelihatan matanya berbinar.

Tapi tidak, Forry. Bukan untuk membayar tagihan rumah sakit atau bahkan bukan untuk rasa terima kasih. Rasa kesadaran orang orang tersebut yang sudah meningkat.

Mereka sudah berubah, Forry. Mereka sudah menjadi anggota Gallon Club! Kelihatannya memang telah terjadi perubahan personality.”

Apa maksudmu?”


Fig 03- Es pada ranting pohon

Maksudku bahwa sejumlah besar orang orang yang telah dioperasi dalam lima tahun terakhir kelihatannya sudah mengalami perubahan sosial! Disamping menjadi donor darah, mereka juga telah menjadi dermawan, bahkan aktif di organisasi organisasi semacam orangtua murid guru, pelindung di kegiatan pramuka, Greenpeace dan Save The Children...”

Les, apa intinya?”

Intinya? Sejujurnya bahwa beberapa orang tersebut berprilaku seperti ketagihan …. Itulah yang terjadi pada diriku, Forry… seperti Vektor baru dalam penyakit.”

Dia mengucapkan secara sederhana. Aku menatapnya, kosong.

Vektor!” Dia berbisik. “Lupakan tentang typhus atau cacar atau flu. Semuanya pada hirarki rendah. AIDS menggunakan darah dan sex, tapi begitu kejam, sehingga menyebabkan manusia sadar, kemudian mengembangkan tes untuk memulai proses panjang mengisolasi si virus AIDS.”

Pikir baik baik tentang sebuah kemungkinan sederhana. Jika suatu waktu ada virus yang akan memaksa orang orang merasa nyaman untuk mendermakan darahnya. Mungkinkah?”

         

# Bersambung.

Diterjemahkan dan dimodifikasi dari judul asli: The Giving Plague oleh David Brin

Cerpen ini adalah pemenang kedua "Hugo Award."

Sunday, February 7, 2021

Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 4

Buah jeruk di belakang rumah

Sebelum membaca bagian 4, ini bagian 1, 2 dan 3:

- Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 1.

- Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 2.

- Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 3.

Aku telah dibuatnya terpesona. Dimana dia dikenal sebagai “lelaki jenius” setengah gila.

Kemampuannya mengelola laboratorium mengundang perhatian, tak pernah kuketahui sebelumnya, inilah diantara alasan kenapa aku menempel pada diri dan laboratorium dia, dan tetap sulit agar namaku dimasukkan ke dalam tulisan tulisan ilmiah bersama.

Aku terus mengamati kerja si jenius itu. Sehingga, aku keliatan seperti ragu, dan bodoh. Tapi aku faham bahwa hal ini akan berbuah manis di akhir nanti.

Hal ini menyebabkan aku siap ketika Les mengundangku untuk bersama sama mengikuti sebuah konferensi di Bloomsbury pada suatu hari. Konferensi ilmiah itu sebenarnya rutin, tapi Les berapi api dengan pemberitaan tentang konferensi tersebut.

Setelah itu kami berjalan melalui jalan yang bernama “Charing Cross Road” untuk mencari pizza, cukup jauh dari areal universitas, tujuan sebenar untuk menghindar dari rekan rekan seprofesi – hanya ada kerumunan kecil di depan theater, menunggu pertunjukan dimulai di “Leicester Square.”

Les berharap aku bersumpah menjaga rahasia. Dia butuh keyakinan, dan aku senang memenuhi keinginan Les. “Aku telah mewawancarai banyak sekali donor darah akhir akhir ini,” dia berkata kepadaku. “Kelihatan bahwa sementara ada yang ketakutan menjadi donor darah, tetapi donor tetap tiba tiba muncul dalam jumlah besar, sehingga suplai darah bertambah.”

Baguslah,” kataku. Aku tidak memasalahkan tentang suplai darah. Di Austin, Texas, aku senang melihat orang orang ke mobil “Palang Merah” untuk menjadi donor darah. Tapi, aku tidak punya waktu dan tertarik untuk menyumbangkan darah.

Aku mengenal seseorang, namanya Forry, dia mulai menyumbangkan darahnya ketika usia 25 tahun, waktu jaman perang. Dia pasti sudah menyumbangkan darah sebanyak 35 sampai 50 galon sampai hari ini."

Aku telah salah hitung. “Tunggu. Fory mestinya telah melewati batas umur saat ini.”

Tepat! Fory mengakui ketika ditanya. Sebenarnya, dia tidak berkeinginan untuk berhenti menjadi donor darah meskipun sudah berusia 65 tahun. Pria keras dengan bekas operasi. Ketika “Gallon Club” merayakan masa pensiun, Fory sebenarnya telah mendaftar dengan nama dan usia palsu di beberapa bank darah di beberapa kabupaten.”

Aneh. Tetapi tindakan yang tidak membahayakan. Aku duga Fory hanya ingin merasa bahwa dia dibutuhkan. Dia bisa bercanda dengan para perawat dan menikmati makanan yang disediakan…. Per dua bulan, dia selalu dihitung oleh orang orang yang bersahabat dan selalu menghargai dirinya.”

Hey. Karena aku memmentingkan diri sendiri, tidak berarti aku tidak bisa memperkirakan perilaku orang orang baik. Sebaliknya, begitu juga dengan orang orang yang punya motivasi sebagai penghisap darah.

Aku menemukan beberapa orang seperti itu, dan menyebut mereka sebagai pecandu. Aku tidak pernah menghubungkan mereka dengan kelompok lainnya, yaitu kelompok metamorfosa.”


# Bersambung.

Diterjemahkan dan dimodifikasi dari judul asli: The Giving Plague oleh David Brin

Cerpen ini adalah pemenang kedua "Hugo Award."

Monday, January 25, 2021

Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 3

Pemandangan di salah satu sudut kota di selatan Amerika

Sebelum membaca bagian 3, ini bagian 1 dan 2:

- Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 1.

- Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 2.

Les menunjukkan carta lain, yaitu:

HARMLESS--> KILLER!--> SURVIVABLE ILLNESS-->
INCONVENIENCE--> BENIGN PARASITISM--> SYMBIOSIS

Kamu bisa melihat bahwa carta ini sama dengan carta lainnya, menunjukkan titik di mana asal penyakit menghilang.” “atau bersembunyi.”

Tentu. Seperti bakteri E. coli yang berlindung di dalam sistem pencernaan (usus). Tidak diragukan bahwa nenek moyang bakteri E.coli telah membunuh nenek moyang manusia dalam jumlah besar, kemudian pelan pelan berubah menjadi simbiosis yang bermanfaat. Sekarang, telah menjadi bakteri yang membantu pencernaan manusia.”

Sama halnya dengan virus dan penyakit lainnya yang diturunkan seperti kanker dan rematik artitis. Hanya sementara saja sebagai penyakit. Pelan pelan kita punya “gen” akan “bersahabat” secara nyaman dengan mereka. Mereka akan menjadi keragaman genetik yang siap menghadapi tantangan ke depan. Genetik kitapun sebenarnya masuk ke sel sebagai penyerang (musuh) …..”

Gila. Untungnya, Les tidak mencoba untuk memimpin riset laboratorium berdasarkan diagram “ajaib” yang dia kreasi. Kami sangat prihatin dengan lembaga lembaga pendanaan. Les tahu bahwa lembaga pendanaan tidak tertarik untuk mendanai penelitian bahwa nenek moyang manusia berasal dari virus. Lembaga itu mengingikan kami untuk melawan infeksi virus itu sendiri.

Jadi, Les mengkosentrasikan tim riset pada vektor virus.

Ya, virus memerlukan vektor, bukankah begitu. Maksudku, jika anda membunuh seseorang, anda perlu melarikan diri dari korban. Untuk kasus vektor, jika inang (host) terlalu tangguh, maka penyakit (virus, bakteri) akan menghindar.

Bahkan jika penyakit berdamai dengan tubuh manusia, seperti yang dikatakan Les. Tapi, penyakit akan tetap menyebar ke mana mana.

Aku faham. Ini hanyalah seleksi alam. Penyakit yang secara tidak sengaja menemui vektor yang “baik,” akan menyebar. Sebaliknya yang tidak menemui vektor, tidak akan menyebar. Hal ini kadang kadang dengan maksud tertentu……

Flu menyebabkan kita bersin. Salmonella memberi kita diare. Virus smallfox menyebabkan bintik kemerahan. Hal ini adalah cara terbaik untuk berkoloni.

Wow, siapa tahu? Apakah virus jaman dahulu kala telah menyebabkan bibir kita seperti saat ini, sehingga kita ingin bericiuman? Mungkin hal ini adalah proses “kerjasama” antara virus dan bibir, menurut Les…. Konsepnya, bibir kita seperti saat ini, sementara si virus telah lama punah.

Sehingga laboratorium kami mendapat dana hibah yang besar untuk mempelajari vektor, bukan untuk membuktikan bahwa nenek moyang manusia berasal dari virus. Les mendisain diagram yang menggambarkan bagaimana infeksi bisa menjangkiti seseorang. Dan mendisain bagaimana peneliti bisa mengatasinya.

Pertama, Les sangat perhatian dengan kepanikan dan rumor yang menyebar tentang supplai darah di Inggris. Beberapa operasi pasien terpaksa ditunda. Di Amerika juga ada desas desus, dimana orang kaya menyimpan darah, untuk kemudian dipakai oleh dirinya sendiri di kemudian hari.

Semua ini menyebabkan Les risau. Bahkan, lepih parah lagi, banyak donor darah yang tak mau menyumbangkan darah, karena desas desus mereka bisa terinfeksi.

Tak seorangpun yang tertangkap berkenaan dengan desas desus tentang darah… Tak seorangpun yang tertular HIV karena menerima darah donor, karena ada test antibody untuk mencegahnya.

Les berkeinginan bahwa desas desus bodoh tentang supplai darah ini berakhir selamanya dengan study definitif tentang vektor.

Virus yang hampir selesai proses hidupnya akan menjadi baik. Yang telah terseleksi akan kelihatan “low profile, dan akan menyenangkan inangnya. Aku mungkin bahkan bisa menemukan yang benar benar telah menguntungkan tubuh manusia, hubungan commensalisme istilahnya.”

Commensalisme pada manusia yang belum bisa ditemukan,” aku mengendusnya dengan penuh keraguan.

Dan kenapa tidak? Jika tidak ada penyakit yang terlihat, kenapa kita harus mencarinya!. Ini akan membuka lapangan ilmu baru”


# Bersambung.

Diterjemahkan dan dimodifikasi dari judul asli: The Giving Plague oleh David Brin

Cerpen ini adalah pemenang kedua "Hugo Award."

Saturday, May 30, 2020

Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 2

Ilustrasi (credit to WHO EMRO).

Dia mengaku tertarik dengan hal semacam itu. Tapi, dia seorang hipokrit. Saat “pembantain” dunia ilmu pengetahuan oleh PM Margaret Thacher, apakah laboratoriumnya berkembang? Dia berpura pura sepertinya berkembang.

Virus punya sisi baik,” kata Les terus menerus. “Tentu, mereka selalu membunuh, di awalnya. Semua pathogen memang begitu. Tapi, pelan pelan terjadi perubahan. Apakah itu tubuh manusia berevolusi untuk mengeliminir ancaman atau...”

Oh, dia berhenti berkata, dan menyukai cara bicara begini.

Atau” … “atau kita akan mengakomodasi, berkompromi….bahkan menjadi aliansi”

Itulah yang selalu dikatakan oleh Les. Simbiosis. Dia menyukai kata bijak dari Margulis dan Thomas, dan bahkan Lovelock, untuk menarik simpati. Tapi, dia bersimpati bahkan pada HIV yang buas, kejam dan licik. Benar benar menakutkan.

Lihatlah, bagaimanakah HIV menyatu dengan DNA korbannya?” Dia sungguh menginspirasikan, kata Les.

Kemudian sang virus menunggu, sampai korbannya kemudian diserang oleh penyakit lain. Sel T inang mereplikasi diri, siap menghentikan penyakit yang menyerang, tapi karena “mesin kimia” mengambil alih peran DNA, hasilnya jumlah virus AIDS semakin melimpah.”

Jadi?” Kataku. “Kecuali itu retrovirus, begitulah cara hampir semua virus bekerja.”

Ya, tapi coba pikir, Forry. Bayangkan, apa yang terjadi bila, tanpa bisa dielakkan, virus AIDS menginfeksi seseorang yang genetik turunannya membuat dia lemah!”

Apa kamu pikir antibodi-nya ber-reaksi cukup cepat untuk menghentikan virus? Atau sel T mengeleminir serangan?”

Oh, Les seperti seorang patriot bila dia terangsang bicara.

Tidak. Tidak. Pikirkan!” katanya. “Maksudku kuat setelah infeksi. Setelah gen virus menyatu ke dalam chromosom. Hanya orang seperti ini punya gen untuk mencegah DNA merangsang sintesa virus. Tak ada virus baru. Tidak ada cell yang terganggu prosesnya. Orang itu menjadi kuat. Tapi sekarang dia punya DNA baru ...”

Hanya di dalam beberapa sel….”

Ya. Tapi, anggap ini adalah sel sex. Kemudian anggap dia ayah dari anak dengan “gamete” itu. Sekarang, setiap sel si anak memiliki gen kuat dan gen virus. Pikirkan itu, Forry.”

Ini adalah tipe baru manusia! Manusia yang tidak bisa dibunuh oleh AIDS. Dia punya semua genetik AIDS, bisa memproduksi semua protein aneh, menakjubkan…. Genome anak manusia itu dan turunannya lebih bervariasi….”

Aku bertanya tanya, kapan dia akan melaksanakan cara berfikir seperti ini. Apakah dia yakin bahwa cara ini pertama kali diterangkannya ke aku? Umumnya orang Inggris menghormati ilmu orang Amerika, tapi mereka berasumsi bahwa orang Amerika “pemalas” dari sisi philosophy ilmu. Tapi, Les sudah menjelaskan tehnik seperti ini beberapa minggu lalu, sekarang lebih banyak sumber bacaan dia sepertinya.

Maksudmu seperti gen yang bertanggung jawab terhadap beberapa tipe kanker yang dapat diturunkan?” Tanyaku secara Sarkastik. “Ada bukti bahwa beberapa oncogen, aslinya diselipkan kedalam genome manusia oleh virus, seperti pendapatmu. Orang sakit rematik mungkin mendapatkan sakitnya dengan proses seperti itu.”

Tepat. Virusnya musnah, tapi DNA mereka hidup, dalam tubuh kita!”

Les kemudian mengambil sebatang kapur dan kemudian menulis di papan tulis.

HARMLESS-→ KILLER!--> SURVIVABLE ILLNESS-->
INCONVENIENCE--> HARMLESS

Ini cara klasik untuk melihat bagaimna interaksi antara inang dan pathogen baru, khususnya virus. Setiap panah adalah perwakilan dari tahap mutasi dan seleksi adaptasi.”

Pertama, bentuk baru beberapa mikroorganisme yang tidak berbahaya meloncat dari inang sebelumnya, katakanlah monyet, ke inang seperti kita, manusia. Tentu saja, awalnya kita tidak memiliki daya tahan tubuh. Seperti penyakit Syphilis di Eropa pada abad 16, membunuh dalam sehari daripada bertahun tahun… sel tubuh tidak efisien melawan…. Akhirnya sang penyakit membunuh inangnya secara cepat.”

Kemudian, ada periode di mana baik inang dan penyakit berjuang untuk beradaptasi satu sama lain. Bisa seperti perang, bisa pula seperti proses saling bernegosiasi.”
         
# Bersambung.
Diterjemahkan dan dimodifikasi dari judul asli: The Giving Plague oleh David Brin
Cerpen ini adalah pemenang kedua "Hugo Award."

Friday, May 1, 2020

Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 1

Virus, ilustrasi (credit to Waag)

Kamu” pikir kamu akan “menyerang” aku? Ada sesuatu kejadian akan menimpamu, karena aku sudah ambil ancang ancang atas kelakuanmu.

Karena itulah ada sebuah kartu di dalam dompetku yang menyebutkan aku berdarah AB negatif, serta menyatakan aku alergy terhadap penicillin, aspirin, dan phenylalanine.

Pernyataan lain di kartu adalah aku seorong ilmuwan yang punya komitmen terhadap agama. Semua info ini diharapkan menghambat keinginanmu bila saatnya tiba, sangat pasti akan segera datang.

Meskipun jika akan menyebabkan perbedaan antara hidup dan mati, aku tidak akan membiarkan siapun memasukkan jarum transfusi ke lenganku. Tidakkan pernah darah bantuan masuk kedalam tubuhku.

Tubuhku sudah punya antibody. Jadi menjauhlah dariku. Aku takkan menjadi korbanmu. Aku takkan membiarkan diriku jadi inang perantara.

Aku tahu kelemahanmu. Engkau rapuh, seperti iblis yang tidak kelihatan. Engkau tidak bisa hidup di udara, panas, dingin, asam atau di lingkungan basa. Dari darah ke darah, itulah rutemu.

Apa kelebihanmu dari yang lain? Kamu pikir kamu telah berevolusi dengan cara sempurna?

Apa panggilan Leslie Adgeson terhadapmu? Master yang sempurna? Virus teladan?

Aku ingat, dulu, ketika HIV, virus AIDS membuat semua orang takjub dengan struktur mematikan. Tapi jika dibandingkan dengan kamu, HIV hanyalah tukang jagal yang kasar.

Seorang maniak dengan gergaji mesin, kesalahan besarmu adalah membunuh “inang perantara” dan transmisimu sangat tergantung pada kebiasaan manusia yang jika sedikit berusaha, akan mampu mengontrolmu.

HIV punya trik tinggi, jika dibandingkan denganmu, hanyalah amatiran.

Rhinovirus dan virus flu juga pintar. Mereka berbiak dan bermutasi dengan cepat. Mereka menyebabkan bersin, ingusan, mendesah pada korbannya, sehingga korbannya menderita dari segala arah.

Virus flu lebih pintar dari AIDS, karena mereka umumnya tidak membunuh si korban, hanya menyebabkan penderitaan, kemudian menginfeksi ke tetangga si korban.

Oh, Les Adgeson selalu menuduhku “memanusiakan” penelitian kami. Bila dia datang ke laboratorium, dan mengetahui aku sedang meningkatkan dosis obat obatan, maka dia akan bereaksi seperti biasanya.

Aku bisa menggambarkan reaksinya yaitu alis matanya bergerak ke atas, kemudian berkomentar dengan dialek Winchester.

Forry, si virus tidak bisa mendengarmu. Dia bukan mahluk hidup, bahkan tidak bergerak. Virus hanya kumpulan “genes” di dalam cangkang protein.”

Ya, Les, jawabku. Tapi genes yang mementingkan dirinya sendiri! Diberikan setengah saja kesempatan, maka mereka akan menginfeksi semua sel tubuh manusia, memaksa sel tubuh untuk memproduksi tentara virus baru kemudian meledak dan menyerang yang lain.”

Mereka mungkin tidak berpikir. Semua tingkah lakunya berevolusi berdasarkan random. Bukan karena perencanaan kan? Apakah mahluk kecil menjijikkan ini diarahkan oleh seseorang untuk membuat kita susah? Menyebabkan kita mati?”

Oh, Fory.” Les Adgeson akan tersenyum pada kecerdikanku. “Kamu takkan meminati bidang ini jika kamu tidak menemui keindahannya.”

Les, si tua yang baik. Dia tidak pernah bisa mengerti bahwa aku tertarik dengan virus karena alasan lain.

Aku tertarik dengan virus karena kulihat adalah mahluk sederhana yang tak pernah puas dan punya ambisi bahkan melebihi ambisi manuasi manapun.

Adalah fakta, virus tak punya otak, inilah yang membuatku tak ragu bahwa manusia lebih cerdas.

Kami bertemu ketika Les Adgeson berkunjung ke Austin saat liburan Sabbatical beberapa tahun lalu.

Dia kemudian mengundangku berkunjung ke Oxford, disanalah aku secara rutin berargumen tentang penyakit, semakin seru ketika hujan menetes di luar sana.

Les Adgeson dengan gaya pertemanan yang unik dan seni filsafatnya – hampir setiap waktu ngoceh tentang indah dan anggunnya mahluk yang bernama virus.

Aku tahu, dia agak “gila” dibandingkan dengan peneliti lainnya. Memiliki obsesi untuk mencari dan memecahkan teka teki virus yang arah arahnya sedikit untuk mendapatkan “reward” berupa: “dana penelitian,” memperlebar ruang labor, peralatan canggih dan prestise…. Dan mungkin pelan pelan memenangkan hadiah Nobel dari Swedia.

# Bersambung.
Diterjemahkan dan dimodifikasi dari judul asli: The Giving Plague oleh David Brin
Cerpen ini adalah pemenang kedua "Hugo Award."