Ilustrasi
(credit to WHO EMRO).
Dia
mengaku tertarik dengan hal semacam itu. Tapi, dia seorang hipokrit.
Saat “pembantain” dunia ilmu pengetahuan oleh PM Margaret
Thacher, apakah laboratoriumnya berkembang? Dia berpura pura
sepertinya berkembang.
“Virus
punya sisi baik,” kata Les terus menerus. “Tentu, mereka selalu
membunuh, di awalnya. Semua pathogen memang begitu. Tapi, pelan pelan
terjadi perubahan. Apakah itu tubuh manusia berevolusi untuk
mengeliminir ancaman atau...”
Oh,
dia berhenti berkata, dan menyukai cara bicara begini.
“Atau”
… “atau kita akan mengakomodasi, berkompromi….bahkan menjadi
aliansi”
Itulah
yang selalu dikatakan oleh Les. Simbiosis. Dia menyukai kata bijak
dari Margulis dan Thomas, dan bahkan Lovelock, untuk menarik
simpati. Tapi, dia bersimpati bahkan pada HIV yang buas, kejam dan
licik. Benar benar menakutkan.
“Lihatlah,
bagaimanakah HIV menyatu dengan DNA korbannya?” Dia sungguh
menginspirasikan, kata Les.
“Kemudian
sang virus menunggu, sampai korbannya kemudian diserang oleh penyakit
lain. Sel T inang mereplikasi diri, siap menghentikan penyakit yang
menyerang, tapi karena “mesin kimia” mengambil alih peran DNA,
hasilnya jumlah virus AIDS semakin melimpah.”
“Jadi?”
Kataku. “Kecuali itu retrovirus, begitulah cara hampir semua virus
bekerja.”
“Ya,
tapi coba pikir, Forry. Bayangkan, apa yang terjadi bila, tanpa bisa
dielakkan, virus AIDS menginfeksi seseorang yang genetik turunannya
membuat dia lemah!”
“Apa
kamu pikir antibodi-nya ber-reaksi cukup cepat untuk menghentikan
virus? Atau sel T mengeleminir serangan?”
Oh,
Les seperti seorang patriot bila dia terangsang bicara.
“Tidak.
Tidak. Pikirkan!” katanya. “Maksudku kuat setelah infeksi.
Setelah gen virus menyatu ke dalam chromosom. Hanya orang seperti ini
punya gen untuk mencegah DNA merangsang sintesa virus. Tak ada virus
baru. Tidak ada cell yang terganggu prosesnya. Orang itu menjadi
kuat. Tapi sekarang dia punya DNA baru ...”
“Hanya
di dalam beberapa sel….”
“Ya.
Tapi, anggap ini adalah sel sex. Kemudian anggap dia ayah dari anak
dengan “gamete” itu. Sekarang, setiap sel si anak memiliki gen
kuat dan gen virus. Pikirkan itu, Forry.”
“Ini
adalah tipe baru manusia! Manusia yang tidak bisa dibunuh oleh AIDS.
Dia punya semua genetik AIDS, bisa memproduksi semua protein aneh,
menakjubkan…. Genome anak manusia itu dan turunannya lebih
bervariasi….”
Aku
bertanya tanya, kapan dia akan melaksanakan cara berfikir seperti
ini. Apakah dia yakin bahwa cara ini pertama kali diterangkannya ke
aku? Umumnya orang Inggris menghormati ilmu orang Amerika, tapi
mereka berasumsi bahwa orang Amerika “pemalas” dari sisi
philosophy ilmu. Tapi, Les sudah menjelaskan tehnik seperti ini
beberapa minggu lalu, sekarang lebih banyak sumber bacaan dia
sepertinya.
“Maksudmu
seperti gen yang bertanggung jawab terhadap beberapa tipe kanker yang
dapat diturunkan?” Tanyaku secara Sarkastik. “Ada bukti bahwa
beberapa oncogen, aslinya diselipkan kedalam genome manusia oleh
virus, seperti pendapatmu. Orang sakit rematik mungkin mendapatkan
sakitnya dengan proses seperti itu.”
“Tepat.
Virusnya musnah, tapi DNA mereka hidup, dalam tubuh kita!”
Les
kemudian mengambil sebatang kapur dan kemudian menulis di papan
tulis.
HARMLESS-→
KILLER!--> SURVIVABLE ILLNESS-->
INCONVENIENCE-->
HARMLESS
“Ini
cara klasik untuk melihat bagaimna interaksi antara inang dan
pathogen baru, khususnya virus. Setiap panah adalah perwakilan dari
tahap mutasi dan seleksi adaptasi.”
“Pertama,
bentuk baru beberapa mikroorganisme yang tidak berbahaya meloncat
dari inang sebelumnya, katakanlah monyet, ke inang seperti kita,
manusia. Tentu saja, awalnya kita tidak memiliki daya tahan tubuh.
Seperti penyakit Syphilis di Eropa pada abad 16, membunuh dalam
sehari daripada bertahun tahun… sel tubuh tidak efisien melawan….
Akhirnya sang penyakit membunuh inangnya secara cepat.”
“Kemudian,
ada periode di mana baik inang dan penyakit berjuang untuk
beradaptasi satu sama lain. Bisa seperti perang, bisa pula seperti
proses saling bernegosiasi.”
#
Bersambung.
Diterjemahkan
dan dimodifikasi dari judul asli: The
Giving Plague oleh
David Brin
Cerpen
ini adalah pemenang kedua "Hugo Award."